20 Sekolah Terapkan Pendidikan Inklusi, Wabup: Jangan Ada Bully untuk Difabel

Wabup Kebumen H Arif Sugiyanto SH menggandeng salah satu nasarasumber. (Foto: @real_aim-KebumenUpdate)

KebumenUpdate – Sebanyak 20 sekolah dan madrasah di Kebumen akan menerapkan sistem pendidikan inklusi. Penyelenggaraan sekolah inklusi ini secara resmi dilaunching oleh Wakil Bupati Kebumen H Arif Sugiyanto SH di Pendopo Rumah Dinas Bupati Kebumen,  Sabtu (4/5/2019).

Sekolah inklusi akan diterapkan pada jenjang SD dan SMP. Pada jenjang SD/MI masing-masing akan diterapkan di SD 1 Surotrunan Alian, SD Pecarikan Prembun, SD 2 Logandu Karanggayam, SD Kaligubug Padureso, SD Podourip Petanahan. Selanjutnya SD Tanjungseto Kotowinangun, SD 1 Bumirejo Kebumen, SD 2 Pejagoan, SD 3 Bumiagung Rowokele, SD 1 Semondo Gombong, SD Muhammadiyah Karanganyar, dan MI Maarif Sidomulyo.

Sedangkan pada jenjang SMP/MTs akan diterapkan di  delapn titik yaitu SMP 1 Kutowinangun, SMP 1 Poncowarno, SMP 2 Prembun, SMP 4 Kebumen, SMP 3 Gombong, SMP 1 Pejagoan, SMP IT Logaritma Karanganyar, MTs 6 Puring.

Wakil Bupati Kebumen Arif Sugiyanto mengatakan, pendidikan inklusi bertujuan untuk memberikan pendidikan yang memungkinkan anak berkebutuhan khusus memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama dengan siswa normal. Agar dapat mengembangkan diri secara optimal.

Dengan kata lain pendidikan inklusi merupakan pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Dengan adanya sekolah inklusi diharapkan masa depan anak berkebutuhan khusus akan lebih baik.

“Karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya,” ujar Arif Sugiyanto dalam sambutannya.

Merujuk data Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP3DA) penduduk di Kebumen yang menyandang disabilitas tersebar di tiap kecamatan dengan jumlah 10.923 orang. Selama ini anak-anak difabel bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Kendati sesuatu hal yang positif, namun sebetulnya ada semacam tembok eksklusifisme terhadap anak berkebutuhan khusus.

“Secara tidak langsung telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang terasing dari dinamika sosial di masyarakat,” ujar Arif Sugiyanto dalam sambutannya.

Halaman: 1 2
Update Lainnya