
KEBUMEN (KebumenUpdate.com) – Media massa berbasis jurnalisme saat ini dihadapkan pada tantangan yang sangat berat. Di tengah penetrasi media sosial, semua orang bisa memproduksi informasi dengan mudah dan mendistribusikan melalui berbagai kanal yang tersedia.
Apalagi produk-produk informasi yang ada di media sosial tak harus berpegang pada prinsip-prinsip kerja jurnalisme. Padahal di kanal yang sama itu pula, media massa harus ikut berebut perhatian tetapi dengan aturan main yang berbeda.
Tentu saja sangat berat bagi media berbasis jurnalisme untuk bisa memenangkan perebutan itu. Apalagi kanal informasi yang tersedia lebih banyak memberikan ruang pada algoritma ketimbang mengedepankan prinsip kerja jurnalisme.
Kondisi lebih parah lagi, konten media berbasis jurnalisme dengan sekejap bisa dicomot para agregator yang pandai memainkan algoritma. Juga konten diambil publik untuk memenuhi akun media sosialnya. Kondisi inilah yang membuat banyak media berbasis jurnalisme mengubah haluan menjadi media yang menghamba pada ‘berhala’ baru yang bernama algoritma.
Kondisi inilah yang membuat Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah gamang. Media mainstream pun banyak yang terseret arus mengikuti pola media sosial; memburu viralitas. Konten media sosial bermigrasi ke media mainstream.
Amir mencontohkan tampilan selebritas yang superseksi di media sosial dieksploitasi sedemikian rupa di laman di media online. Komentar warganet di platform media sosial itu kemudian dijumput, seolah-olah menjadi narasumber pada konten pemberitaan media arus utama.
News & Inspiring