
KEBUMEN (KebumenUpdate.com) – Pemberitaan mengenai dugaan pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedirman (RSDS) Kebumen beberapa waktu lalu akhirnya terjawab dengan klarifikasi dari pihak direksi rumah sakit. Di sisi lain, perwakilan perawat juga menyampaikan aspirasi terkait implementasi kebijakan tersebut.
Direktur RSUD dr Soedirman Kebumen, dr Arif Komedi, menegaskan bahwa rumah sakit yang dipimpinnya merupakan lembaga pemerintah daerah yang beroperasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemberian insentif kepada karyawan merupakan bagian dari sistem remunerasi yang diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kebumen Nomor 4 Tahun 2020, yang telah diubah terakhir kali melalui Perbup Nomor 64 Tahun 2024.
“Dasar pemberian insentif berbasis kinerja ini bertujuan untuk memotivasi kerja, dan salah satu indikatornya adalah capaian kehadiran yang tercatat melalui aplikasi e-present yang dikelola oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Kebumen,” terang dr Arif, Selasa 22 April 2025.
Secara teknis, perhitungan data capaian e-present sebagai dasar insentif mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) Nomor 00.8.33/22/SOP/2025 tertanggal 1 Februari 2025. SOP ini mengatur perhitungan kehadiran dan keterlambatan terhadap penerima jasa layanan atau remunerasi.
Manajemen RSUD dr Soedirman juga menyatakan telah memberikan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk melakukan klarifikasi data capaian kehadiran sebelum insentif dihitung.
“Kami berkomitmen untuk selalu menerima masukan dan berdiskusi dengan seluruh civitas hospitalia terkait penerapan e-present untuk perhitungan insentif,” imbuh dr. Arif.
Pihaknya juga menegaskan komitmen rumah sakit untuk terus meningkatkan mutu pelayanan dan mengutamakan keselamatan pasien.
Sementara itu, Ketua Komite Keperawatan RSUD dr Soedirman, Rahmat Sutopo, menyampaikan tiga poin penting terkait polemik ini. Ia membenarkan bahwa pemotongan insentif telah diatur dalam Perbup Nomor 4 Tahun 2020 yang disempurnakan dengan Perbup Nomor 64 Tahun 2024, di mana terdapat klausul punishment berdasarkan absensi elektronik (e-present) yang baru berjalan sekitar tiga bulan di RSUD tersebut.
“Yang menjadi perhatian kami adalah prosedur atau tata cara pelaksanaan pemotongan insentif. SOP yang diterbitkan pada 1 Februari 2025 langsung dieksekusi pada 20 Februari. Kami dan teman-teman merasa sosialisasi terkait hal ini belum memadai sehingga menimbulkan keresahan,” ungkap Rahmat.
Lebih lanjut, perawat juga menyoroti terkait jam kerja dan beban tugas mereka yang berbeda dengan karyawan non-pelayanan langsung pasien.
“Kami meminta adanya penyesuaian karena kami tidak bisa disamakan dengan karyawan yang tidak memberikan pelayanan langsung terkait nyawa pasien,” tegasnya.
Rahmat mengapresiasi respons positif dari Direktur RSUD dr Soedirman yang bersedia menerima aspirasi para perawat.
“Alhamdulillah, aspirasi kami kemarin dikabulkan, meskipun masih ada satu dua hal yang belum bisa diselesaikan saat ini dan akan diselesaikan dalam waktu satu bulan. Pada prinsipnya, kami mengedepankan proses mediasi secara internal,” jelasnya.
Suka menulis, membaca dan berpetualang.